“MEMACU STIMULAN PENDAMPING PS UNTUK BERGERAK MAJU BERSAMA MASYARAKAT DI TINGKAT TAPAK”
Perhutanan Sosial menjadi salah satu prioritas dari Pemerintah sesuai amanat Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 3 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk kemakmuran rakyat yang berkelanjutan dengan menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional serta meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah berani merubah Slogan menjadi Program. Pemerintah mencanangkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tentang Perhutanan Sosial, P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016.
Perhutanan Sosial hadir sebagai Program yang mendorong Reforestasi bukan Legalisasi Deforestasi. Perhutanan Sosial hadir sebagai jalan tengah untuk mencapai visi perhutanan sosial itu sendiri “Masyarakat Sejahtera, Hutan Lestari”. Program ini menegaskan bahwa, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan akan terus berjalan tanpa mengganggu fungsi pokok hutan itu sendiri. Kondisi tersebut mendorong Pemerintah sebagai Rationality Of Government dimana peran Pemerintah sebagai fasilitator dan pendorong dalam proses pengelolaan perhutanan sosial. Dalam hal ini, masyarakat/kelompok perhutanan sosial diharapkan mendapatkan pendampingan secara intensif dan dalam jangka waktu yang panjang.
Pendampingan perhutanan sosial dianggap sebagai langkah yang tepat dalam pembantu mewujudkan masyarakat mandiri. Pendamping masyarakat dianggap lebih penting keberadannya karena bersentuhan langsung dengan kondisi masyarakat baik pra maupun pasca ijin perhutanan sosial. Oleh karenanya Pemerintah mencangkan Peraturan Diretur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor: P.1/PSKL/KELING/KUM.1/1/2019 Tentang Panduan Umum Pendampingan Perhutanan Sosial sebagai legalitas nyata dalam pemberdayaan masyarakat pengelola hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Balai PSKL) sebagai perpanjangan tangan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan yang ditempatkan di 5 (lima) wilayah di Indonesia, salah satunya pada Balai PSKL Wilayah Maluku Papua yang berkedudukan di Ambon, Maluku. Balai PSKL Wilayah Maluku Papua menjadi salah satu satker yang dimandatkan dalam pelaksanaan program pendampingan perhutanan sosial di wilayah Maluku Papua.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai PSKL Wilayah Maluku Papua Nomor : 34,35,36,37/X-5/BPSKL-4/KUM.1.12/2/2019 Tentang Penempatan dan Tempat Penugasan Pendampingan Perhutanan Sosial Bagi Petugas Pendamping Wilayah Maluku Papua Tahun 2019, telah dimandatkan sebanyak 90 orang pendamping perhutanan sosial. Pembagian pendamping perhutanan sosial wilayah Maluku Papua dibagi berdasarkan ijin lokasi perhutanan sosial wilayah Maluku Papua hingga pada tahun 2018, maka disediakan 1 orang Pendamping untuk 1 s/d 2 lokasi ijin perhutanan sosial. Adapun komposisi pendamping terdiri dari Bapak/Ibu yang berasal dari Dinas Kehutanan, KPH, LSM, dan Local Champion yang dimana Wilayah Maluku sebanyak 42 orang pendamping, Maluku Utara sebanyak 26 orang pendamping, Papua Barat sebanyak 8 orang pendamping dan Papua sebanyak 14 orang pendamping.
Pendamping masyarakat perhutanan sosial diharapkan memiliki kepekaan dan kesadaran dalam melihat kondisi dan permasalahan yang terjadi di tingkat tapak dengan menitikberatkan peran sebagai mediator dan perpanjangan tangan pemerintah ke masyarakat. Oleh karenanya pendampingan perhutanan sosial perlu dikemas sebaik mungkin sehingga dianggap perlu peningkatan kapasitas dari pendamping terlebih dahulu.
Sejalan dengan hal tersebut, Balai PSKL Wil Maluku Papua melaksanakan kegiatan Peningkatan Kapasitas Pendampingan Perhutanan Sosial di Ambon, Maluku (8/7/2019). Kegiatan tersebut dianggap sebagai stimulan dalam pendampingan perhutanan sosial. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tersebut yaitu peningkatan pemahaman aturan, kebijakan, dan administrasi dalam pendampingan sebagai dasar pelaksanaan di lokasi ijin PS, peningkatan kemampuan dalam perencanaan pengelolaan hutan/rencana kerja usaha dan rencana kerja tahunan sebagai acuan dasar dalam proses pendampingan, serta peningkatan kapasitas dalam pemanfaatan informasi dan teknologi secara efektif dan efisien melalui Aplikasi SINAV PS (Sistem Informasi dan Navigasi Perhutanan Sosial) dan SIMPING (Sistem Informasi Pendamping).
Peningkatan Kapasitas Pendampingan Perhutanan Sosial dianggap sebagai langkah strategis yang dilaksanakan sebelum pendampingan perhutanan sosial dimulai. Pendampingan Perhutanan Sosial diharapkan dapat memicu percepatan perhutanan sosial yang lebih efektif dan efisien dalam kelola kelembangaan, kawasan dan usaha masyarakat. Hal ini semata-mata sebagai upaya percepatan perhutanan sosial guna mewujudkan Peningkatan Standar Ekonomi Masyarakat dan Pelestarian Lingkungan.
“Masyarakat Sejahtera, Hutan Lestari”
Ambon, 8 Juli 2019